Minggu, 20 Februari 2011

Si Miskin

SI MISKIN
BY: AHMAD SHOBARI

Kita sudah terlanjur berjanji memberi perlindungan kepada semua orang miskin dan anak-anak terlantar. Dan karena itu kita merawat dan menyantuni mereka dengan layanan profesional seperti yang dilakukan Departemen Sosial untuk memberi seluas mungkin peluang sosial ekonomi kepada kaum miskin agar mereka mampu bergulat secara nyata dan bersungguh-sungguh mengentaskan diri mereka sendiri dan bukan dientaskan oleh pihak lain dari jerat kemiskinan itu.

Si Miskin itu juga manusia seperti kita, warga Negara yang punya hak dan kewajiban sama seperti kita. Mereka berhak hidup mentereng, berhak menjadi anggota DPR dan punya mobil mewah dan dompet tebal. Dan karena itu kita hormati harkat dan martabat mereka sebagai orang-orang terhormat. Santunan, bantuan, layanan dan segala macam kewajiban social, kewajiban politik dan moral, terutama kewajiban keagamaan yang harus kita tunaikan kepada mereka tak boleh menyinggung dan melukai harga diri mereka.

Kaum Muslimat dan Muslimin yang shaleh dan tulus diundang Tuhan secara khusus untuk lebih mengasah kepekaan jiwa dan meningkatkan kepekaan sosial dan, kalau bisa, diharap bersikap asketik atau zuhud, sikap hidup hemat didunia demi tabungan akherat. Ikut menikmati dunia tapi tak didikte oleh dunia yang ibarat kata cuma sekejap mata karena ada janji alam keabadian atau hidup kekal dibalik dunia fana ini.

Muslimin dan Muslimat yang shaleh, tulus dan zuhud, diketuk hatinya oleh Tuhan untuk menoleh kekiri dan kekanan, kesemua tempat dimana si miskin bermukim. Dan mereka pun diingatkan bahwa dalam kekayaan mereka terdapat hak si miskin yang tak bisa mereka ingkari.

Terhadap KPK saya menyampaikan rasa hormat karena control yang mereka berikan akan mengurangi kemungkinan orang untuk menggelapkan kekayaan Negara dan untuk memperkaya diri sendiri yang akibatnya bisa membikin miskin pihak-piahk yang lain.

Tuhan tak pernah tidur dan komputernya tetap menyala terus bukan cuma 24 jam melainkan sepanjang masa yang tak kita ketahui berapa milyar tahun lamanya. Dan Dia yang tak pernah tidur itu pula yang diam-diam bersembunyi dibalik singgasana kemiskinan umatnya itu rupa-rupanya Tuhan berpihak pada si miskin. Tentu saja ini merupakan ungkapan metaforis dari pada ungkapan dalam arti sebenarnya.

Dan karena itu metafora kaum sufi selalu menyebutkan bila hendak bertemu Tuhan carilah ditengah rombongan si miskin yang mungkin diam-diam tanpa dikomando, tanpa diberi aba-aba oleh siapapun mereka serempak memuji asma dan sifat-sifatNya tidak dengan pujian verbal seperti orang-orang latah melainkan dengan degup jantung dan getaran jiwa mereka yang tulus, bahkan lebih tulus dari orang-orang disekitar kita yang merasa berhak atas sebutan sebagai orang yang tulus. Astaghfirullaah, maa-syaa-allah ! ampunilah kami ya Tuhan yang Maha Pengampun bila diam-diam adakalanya kami merasa seangkuh itu karena hal itu berarti bahwa kami lebih dungu dan lebih bebal secara spiritual dari pada si miskin.

Maka bila sekedar karena terlanjur atau karena bergurau orang berpendirian bahwa kemiskinan itu suci tentu saja miskin dalam katagori Depsos saya tak akan memberi komentar apa-apa pun. Kalau begitu adakah katagori kemiskinan yang lain? jawabnya "ada", namanya kemiskinan jiwa.

Orang yang hidup materialnya berlimpah boleh jadi mereka terserang kemiskinan jiwa itu. Para konglomerat dan para pejabat tinggi kita banyak yang mengidap kemisikinan jiwa. Ibarat orang minum air laut, setelah dua-tiga teguk air diminum perbawa haus semakin menerpa tenggorokan mereka, hingga dalam bayangan mereka berpuluh-puluh drum air tak bakal bisa membikin mereka puas. Semua orang dihadapan Tuhan hakikatnya hanyalah sekeping jiwa telanjang dan barangkali buruk dan hina, miskin dan papa. Maka tak salah bila didepan Tuhan manusia mengeluhkan kemiskinannya dan memohon petunjuk jalan pembebasan yang mesti mereka tempuh.

Tapi bila didepan Tuhan pun mereka ibaratnya bersikap angkuh, merampok uang rakyat dan sembunyi-sembunyi mengamankan harta rampokan itu agar tak dikenai pajak, tak wajib bayar zakat mal dan terutama buat menghindarkan diri dari keharusan mengakui terus terang pada publik berapa kekayaannya, maka orang seperti itu bukan cuma miskin melainkan, saya kira, rajanya semua orang yang miskin secara kejiwaan.

Si Miskin dalam kategori ini bisa juga disebut "si gila harta". Saya suka sekali dengan ungkapan sufi besar kita, Jalaluddin Rumi, dalam kitabnya Kearifan Cinta, ketika ia menyebutkan: "Bila ada orang yang gila harta menderita, maka orang suci akan datang untuk menyembuhkannya. Namun bila yang menderita itu adalah orang-orang suci, demi Allah, siapa bisa menyembuhkannya ?"

Ungkapan ini bisa kita modifikasi untuk memberi kita gambaran mengenai jiwa-jiwa keserakat, fakir dan papa yang tampil sebagai orang-orang gila harta, yang membuat negeri kaya ini hancur lebur menjadi debu dan hina dimata bangsa-bangsa lain di dunia.

Karena hancurnya negeri ini, disebabkan oleh ulah para pemimpin bangsa kita sendiri maka ungkapan kita bisa berbunyi begini: "Bila ada maling mencuri milik orang lain, maka polisi akan datang untuk menangkapnya dan menyerahkannya pada jaksa. Tapi bila yang maling itu polisi, jaksa dan para pejabat tinggi lain, duh Gusti, siapa yang bisa menangkapnya?, terutama jika wakil rakyat pun kebagian dan dengan gigih mereka bahkan membelanya."

Dalam pusisi Pelacur dan Biniku, penyair legendaris kita, Khairil Anwar,menggambarkan kebimbangan orang yang hendak melacur karena ingat akan isterinya. Barah menganga, melayang ingatan ke biniku, ngeri, ini luka terbuka, sekali lagi, terpandang.

Ada kekuatan kontrol sosial dan kontrol moral yang masih berfungsi pada penyair ini. Pejabat kita, karena kepejabatannya, merasa tak ada lagi kekuatan lebih unggul. Selingkuh, atau bahkan memperkosa ibu pertiwi mereka sendiri tak membuat orang-orang itu malu atau rikuh. Mungkin malu dan rikuh bukan isu moral yang relevan karena mereka sudah terlanjur merosot ke tahap yang sulit digambarkan.

Betapa rendahnya, mereka mentereng dan berduit, tapi hidup sebagai si miskin yang hina. Dan tampaknya mereka sadar, telah melecehkan harkat hidup mereka sendiri.

Sumber : http://sufiundergorund.blogspot.com/2010/03/si-miskin.html


"Doa Pemulung"

Pinggiran Jalan di salah satu sudut Kota Jakarta, waktu menunjukkan pukul 21.30 sebuah keluarga pemulung tampak sedang bersiap untuk beranjak tidur Sementara, lalu lintas yang hanya berjarak 5 meter dari “rumah” mereka seperti tak pernah tidur, suara-suara kendaraan dengan klaksonnya yang selalu saja berlomba untuk minta di dengar Dan tidak mau mengalah dengan kendaraan lain.

Ditengah kebisingan jalanan, ketiga anak pasangan pemulung itu, sudah terlelap, wallahu a’lam karena tidur mengantuk atau memang letih mencari rongsokan.

Tak sengaja, seorang ayah muda berdiri tepat dekat dengan mereka, sambil sesekali menatap “keluarga kecil” tersebut, Mata ayah muda itu juga berusaha untuk tetap “memonitor” kendaraan yang akan membawanya pulang.
Samar-samar, ayah muda itu mendengar sebuah dialog “keluarga kecil” tersebut, ehm, cukup menarik, inspiraitf Dan penuh hikmah, walaupun mencoba “berjuang nguping” dikarenakan suara kendaraan yang lalu lalang.

“Shalihah, mari Kita tidur, ingat, seharian tadi Kita begitu lelah mencari barang-barang rongsokan, coba kamu perhatikan wajah manis anak-anak Kita” ucap sang suami kepada istrinya yang memang belum juga tertidur seperti sedang memikirkan sesuatu, Dan sang istri hanya membalas dengan senyuman termanis.

“Iya kang, walaupun anak-anak Kita belum makan, namun mereka begitu lelap, semoga mereka diberi mimpi yang indah malam ini” ucap sang istri sambil mendekatkan dirinya kepada barisan anak-anaknya yang sudah berjajar dengan alas sehelai Koran Dan mencoba menatap wajah anak-anaknya dengan penuh cinta.

“Bidadariku, Kita berdo’a dahulu yuk sebelum tidur !” ajak sang suami sesaat sebelum istrinya merebahkan diri. “Meskipun Kita pemulung, yakinlah bahwa Allah Maha Mendengar do’a setiap hamba-Nya, Moga setelah berdo’a lapar Kita juga akan hilang”sambil mengusap pundak kekasih hatinya itu.

Dengan segera mereka berdua mengangkat tangan,
“Ya Allah, selamatkanlah istri Dan anakku,
Hindarkanlah hati mereka dari iri Dan dengki
Kepada penguasa Dan orang-orang kaya di
Tengah kelaparan mereka”
“Ya Allah, yang Maha Kuasa,
Jadikanlah kami hamba-hambaMu yang bersyukur,
Kuatkanlah jiwa kami Dan kami mohon bimbinganMu
Dalam hidup ini”

Ayah muda itu melihat buliran air Mata perlahan mengalir ke wajah mereka mereka berdo’a begitu khusyu, seperti tidak memperdulikan kondisi jalanan yang memang bising walaupun Hari kian malam.

Setelah berdo’a, suami pemulung itu berpesan kepada istrinya,
“Istriku yang cantik, Esok Hari perjalanan Kita masih sangatlah panjang, Usah kau tangisi nasib Kita Hari ini mari tidurlah lupakan sejenak, beban derita Kita lepaskan”

“Karawaci-karawaci, Islamic-Islamic”, suara kenek memecah kekhusyuan ayah muda itu ‘mengambil pelajaran’ dari keluarga pemulung itu.

Dan akhirnya ayah muda itu-pun memberhentikan kendaraan bus Dan dengan senyum senang, karena mendapatkan pelajaran berharga malam itu.

“Terima kasih ya Allah atas pelajaran malam ini, Kekayaan terbesar adalah keluarga, Ya Allah jadikanlah hambaMu ini seorang yang dapat membawa keluargaku kepada keridhaanMu, menjadi keluarga yang bersyukur Dan bersabar dalam menjalani hidup ini”. Bisik hati ayah muda itu di tengah suara pengamen di dalam busnya

Sumber : http://indosingleparent.blogspot.com/2010_05_01_archive.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)

Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar